Selasa, 24 November 2009
MASIH segar dalam benak kita, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa artis Cici Paramida dan Manohara Odelia Pinot beberapa waktu lalu, sontak menjadi isu hangat menyaingi isu-isu politik yang berkembang dewasa ini. Tak terhitung jumlahnya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa perempuan. Ekploitasi terhadap perempuan tak hanya berupa kekerasan fisik.
Intimidasi, penyelewengan hak asasi, marginalisasi, dan segala hal yang menghambat gerak mereka selalu menjadi problem sosial yang tidak ada habisnya.
Perempuan sebagai gerbang peradaban acapkali menjadi korban kekuatan patriakhi. Pada beberapa hal, perempuan sering menjadi objek eksploitasi, baik dalam rumah tangga, kantor, pabrik, jalanan, dan lainnya. Di dalam realitas kehidupan sosial-kemasyarakatan, ataupun di beberapa media, perempuan juga kerap diperlakuan atau diberitakan negatif dan termarjinalkan.
Padahal, perempuan adalah ibu kita. Ibu yang harus diayomi, dihormati, disayangi, diletakkan pada sifat sewajarnya, juga ibu yang melahirkan kita sehingga tercipta sebuah peradaban. Apabila kita tidak bisa menghargai perempuan, bagaimana kita bisa menghargai ibu kita? Begitupula sebaliknya.
Mendiskreditkan dan memarjinalkan perempuan tidak ada bedanya dengan merusak sistem peradaban. Bahkan dalam ajaran agama samawi, kekerasan sangat ditentang, karena dogma agama bersumber pada nilai, etika, dan norma yang patut dijunjung tinggi.
Steoritifikasi
Steoritifikasi perempuan yang selalu mengalah dan tertindas seyogianya menjadi kekuatan untuk bertindak. Ketertindasan yang dialami perempuan, baik fisik maupun nonfisik, menjadi alasan utama keterbelakangan mereka dalam berbagai hal.
Marginalisasi hak perempuan seakan-akan menimbulkan kesan lama bernuansa rasisme. Meski emansipasi perempuan digalakkan di segala bidang kehidupan sosial, politik, dan budaya, peran kaum Hawa masih dianggap sebagai subaltern yang tidak memiliki agensi.
Maka, sebagai bentuk tangggung jawab dan solidaritas kemanusiaan, marilah kita bersama bergandeng tangan menuju kemerdekaan hakiki dengan menghargai keberadaan perempuan, baik dalam sistem politik, sosial, budaya, ekonomi, dan agama.
Gerakan feminisme yang menyuarakan pembebasan perempuan dari rasisme, stereotyping, seksisme, penindasan perempuan, dan phalogosentrisme perlu digalakkan.
Menurut Friedan (1963), seorang feminisme liberal, perempuan dapat menaikkan posisinya dalam keluarga dan masyarakat melalui kombinasi inisiatif dan prestasi individual (misalnya pendidikan), diskusi rasional dengan kaum laki-laki khususnya suami, dan lain sebagainya.
Menghargai perempuan bukan berarti perempuan membutuhkan belas kasihan. Penghargaan dapat berupa memberikan kebebasan sewajarnya, tidak menganggap perempuan sebagai kelas kedua, tidak melakukan marjinalisasi atau kekerasan baik fisik / nonfisik, tidak melakukan pelecehan seksual, pemberlakuan sistem yang humanis, serta menempatkan perempuan sebagai partner yang baik.
Perempuan dan laki-laki merupakan makhluk Tuhan yang harus dihargai. Jenis kelamin telah menjadi takdir. Kesetaraan dapat dilihat dan nilai dari kapabilitas, kreatifitas, peran, kerja, dan aktifitas yang dimiliki.
Kesalahan Sistem
Diferensiasi feminisme dan maskulinitas tidak dapat dipandang sebagai jenis kelamin belaka, tapi yang lebih urgen adalah kapasitas yang dimiliki seseorang. Tidak peduli apakah ia perempuan, laki-laki, atau bahkan waria.
Perempuan bukan sekedar pelengkap. Ketika ia diposisikan sebagai pelengkap atau ban serep, tak jarang perlakuan buruk terhadap perempuan merajalela. Pada kasus traffiking, misalnya, perempuan dijadikan barang dagangan guna meraup keuntungan materi.
Menurut Direktur LBH-Apik Estu Rakhmi (2009), akar masalah kekerasan terhadap perempuan bukanlah laki-laki, melainkan sistem yang patriarkhis yang mendiskriminasi perempuan. Di sinilah peran sistem memberlakukan perempuan secara adil dan bertanggung jawab.
Sistem yang diperankan laki-laki (superioritas) maupun pada tataran pemerintahan belum mampu menakar keberpihakan terhadap perempuan secara proporsional.
Adanya sistem yang menjerat, misalnya, membuat ketergantungan perempuan kepada superioritas makin tinggi. Maka, menghargai perempuan seutuhnya adalah menghargai kehidupan dan peradaban kita sendiri. —
Valentine Febriana, mahasiswi Psikologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dimuat Harian Umum Suara Merdeka, Jawa Tengah, 25 Juni 2009
Label: rumah tangga
Sekilas TENTANG UNDANG - UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
0 komentar Diposting oleh jhon stevi di 15.44Berdasarkan hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14 September 2004, telah disahkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, yang diharapkan dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan. Berikut adalah poin-poin penting yang diatur dalam Undang Undang ini.
1. Apa sih Kekerasan dalam Rumah Tangga itu?
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
2. Siapa saja yang termasuk lingkup rumah tangga?
Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):
a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
3. Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga?
Bentuk-bentuk KDRT adalah (Pasal 5):
a. Kekerasan fisik;
b. Kekerasan psikis;
c. Kekerasan seksual; atau
d. Penelantaran rumah tangga
4. Apa yang dimaksud dengan kekerasan fisik?
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6).
5. Apa yang dimaksud dengan kekerasan psikis?
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7)
6. Apa yang dimaksud kekerasan seksual?
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Kekerasan seksual meliputi (pasal 8):
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
7. Apa yang dimaksud dengan penelantaran rumah tangga?
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9).
8. Apakah UU PKDRT ini mengatur mengenai hak-hak korban?
Tentu. Berdasarkan UU ini, korban berhak mendapatkan (pasal 10):
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. Pelayanan bimbingan rohani
Selain itu, korban juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari (pasal 39):
a. Tenaga kesehatan;
b. Pekerja sosial;
c. Relawan pendamping; dan/atau
d. Pembimbing rohani.
9. Apakah UU PKDRT ini mengatur mengenai kewajiban pemerintah?
Ya. Melalui Undang-Undang ini pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk itu pemerintah harus (pasal 12):
a. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga;
b. Menyelenggarakan komunikasi informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;
c. Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; dan
d. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif jender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif jender.
Selain itu, untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan upaya:
a. Penyediaan ruang pelayanan khusus (RPK) di kantor kepolisian;
b. Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani;
c. Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama program pelayanan yang mudah diakses korban;
d. Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan teman korban.
10. Bagaimana dengan kewajiban masyarakat?
Undang-Undang ini juga menyebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk (pasal 15):
a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. Memberikan perlindungan kepada korban;
c. Memberikan pertolongan darurat; dan
d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Namun untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang terjadi dalam relasi antar suami istri, maka yang berlaku adalah delik aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian (pasal 26 ayat 1). Namun korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian (pasal 26 ayat 2).
Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang bersangkutan (pasal 27).
11. Bagaimana dengan ketentuan pidana yang akan dikenakan pada pelaku?
Ketentuan pidana penjara atau denda diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 – pasal 53. Lama waktu penjara dan juga besarnya denda berbeda-beda sesuai dengan tindak kekerasan yang dilakukan. Dalam proses pengesahan UU ini, bab mengenai ketentuan pidana sempat dipermasalahkan karena tidak menentukan batas hukuman minimal, melainkan hanya mengatur batas hukuman maksimal. Sehingga dikhawatirkan seorang pelaku dapat hanya dikenai hukuman percobaan saja.
Meskipun demikian, ada dua pasal yang mengatur mengenai hukuman minimal dan maksimal yakni pasal 47 dan pasal 48. Kedua pasal tersebut mengatur mengenai kekerasan seksual.
Pasal 47: “Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000 atau denda paling banyak Rp 300.000.000”
Pasal 48: “Dalam hal perbuatan kekerasan seksual yang mengakibatkan korban mendapatkan luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 minggu terus menerus atau 1 tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan pidana penjara paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000 dan denda paling banyak Rp 500.000.000”
12. Bagaimana mengenai pembuktian kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga?
Dalam UU ini dikatakan bahwa sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya (pasal 55).
Alat bukti yang sah lainnya itu adalah:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
Disahkannya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga bukan berarti perjuangan terhenti. Ini justru merupakan titik awal perjuangan yang sebenarnya. Pengawasan terhadap pemerintah dalam menjalankan kewajibannya melaksanakan Undang-Undang ini tetap harus kita lakukan. Demikian pula sosialiasi kepada masyarakat luas mengenai maksud dan tujuan UU ini, harus terus menerus diupayakan.
Label: rumah tangga
Perempuan bukan diciptakan dari tulang ubun-ubun,
karena berbahaya jika membiarkannya dalam sanjung puja
Bukan pula diciptakan dari tulang kaki ,
karena nista, diinjak dan diperbudak
Melainkan Perempuan diciptakan dari tulang rusuk kiri,
dekat di hati untuk dicintai, dekat dg tangan untuk dilindungi..
selama-lamanya......
Salam Hangat,
Pan Mohamad Faiz ~ New Delhi
Label: goresan tinta
Rabu, 18 November 2009
Banyak perkara yang tak dapat Kumengerti
Mengapakah harus terjadi,
Di dalam kehidupan ini
Satu perkara yang kusimpan
Dalam hati
Tiada sesuatu kan terjadi,
Tanpa Allah peduli
Allah mengerti, Allah peduli
Segala persoalan yang kita hadapi
Tak akan pernah dibiarkannya
Kubergumul sendiri sbab Allah Mengerti
Dibukanya jalanku
Sbab Allah megerti
Label: lyric
Rabu, 11 November 2009
Kasih Bapa adalah Kasih Tanpa Syarat.
Kasih Bapa adalah Kasih Terbesar.
Kasih Bapa adalah Kasih Tak Terbatas.
Kasih Bapa Tidak Berhenti.
Kasih Bapa Tidak Berubah.
Kasih Bapa Melimpah.
Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Bapa sorgawi, sebab Bapa sorgawi adalah kasih. Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Bapa sorgawi kepada kita. Bapa sorgawi adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Bapa sorgawi dan Bapa sorgawi di dalam dia. ( I Yohanes 4 : 8, 16)
Karena begitu besar kasih Bapa sorgawi akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3 : 16)
Label: goresan tinta
Kasih Bapa adalah Kasih Tanpa Syarat.
Kasih Bapa adalah Kasih Terbesar.
Kasih Bapa adalah Kasih Tak Terbatas.
Kasih Bapa Tidak Berhenti.
Kasih Bapa Tidak Berubah.
Kasih Bapa Melimpah.
Label: goresan tinta
Arahkan mata panah ke jantungku, sayang
tempat segala gemetar padamu
perasaan mengombak dalam gelombang cinta
keganasan cemas beriak-riak ke tengah samudra
kapan aku bertemu kamu
dalam aroma bunga nirwana
Kasihmu menindihku, sayang
jerit ketakutanku tak terbayang
kita saling bergetar
dalam sunyi yang bersemayam
pada ludah yang mengental
Sayang, jangan hidangkan wajah murammu
meski berirama tapi menorehkan luka.
by : tante paku
Posted on November 9th, 2009
Label: goresan tinta
Bis kami berhenti di sebuah bangunan sederhana panti asuhan di tepi kota. Di istana kecil nan sederhana tersebut tinggallah “pangeran” dan “tuan puteri” kecil yang kurang beruntung. Panti asuhan tersebut mempunyai sebidang kebun sayur, sebuah aula minimalis dan beberapa bilik tempat anak-anak menetap.
Retret kali ini memang beda, kami sengaja berkunjung ke sebuah panti asuhan kristiani dalam rangka berbagi kasih dengan sesama. Awalnya kami menganggap diri kami layaknya Santa Claus yang membawa hadiah indah bagi anak-anak yang tidak seberuntung kami. Namun justru kami bertemu dengan belasan malaikat kecil pembawa damai. Mereka begitu antusias, mengajak nyanyi, nari, foto bareng.. (aduuh narsis nya..)
“Adek, kalo udah gede pingin jadi apa?” tanyaku iseng pada seorang anak kecil.
“Pingin jadi pendeta.. Kak, ada ga sekolah pendeta yang mau nerima saya?” jawabnya lugu. Sejenak aku terdiam. Aku jadi malu, Tuhan sudah berikan banyak hal dalam hidupku, tapi hampir tidak ada yang bisa kuberikan pada Tuhan.
Aku ga tahu, tapi tampaknya semakin elite kita menjadi warga dunia, semakin susah kita belajar berserah pada Tuhan. Anak-anak itu, mereka tidak memiliki orang tua, mainan yang bagus, makan seadanya, dan kebanyakan mereka harus bekerja pada usia kecil. Namun mereka menjalani ini dengan sukacita. Tuhan sendiri yang jadi orang tua, mencukupkan dan memberi mereka damai sejahtera.
Sehabis makan siang, ku sempatkan diri duduk sebentar di beranda, mendekati seorang anak kecil yang tampaknya asyik memandangi langit. “cuacanya cerah ya, dek,” sapaku. Anak kecil itu tersenyum manis.. (suasana hening, aku mencari bahan pembicaraan). “Tuh lihat awannya bulet kayak muka adek,” akhirnya pernyataan konyol ini keluar dari mulutku.
“Haha..Tuhan sempat bikin awan itu buat aku ya, kak” jawabnya singkat.
“Pasti, dek. Inget ga ayat Alkitab yang mengatakan langit menceritakan kemuliaan Allah dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan Nya,” sambungku sok rohani
“Ga inget, kak. Tapi aku inget pas meninggalnya bapak. Waktu itu langit kelam, hujan deras. Rintik hujannya ga biasa, mungkin saat itu Tuhan ikut nangis ya, kak..”
Aku hanya memandang di matanya sambil tersenyum. Anak kecil dengan kisah hidup luar biasa. “Lho, lalu ibu dimana?” tanyaku lagi
“Ibu meninggal ketika melahirkan adik saya. Sejak saat itu bapak suka mabuk-mabukan dan ga pernah ke gereja. Suatu saat bapak sakit jantung, dan menjadi semakin parah. Sampai suatu malam bapak mau saya doakan.. dan esoknya bapak dipanggil Tuhan”
“Iya, pasti sedih sekali ya, dek..” ujarku sambil memegang pundaknya
“Tadinya sih gitu, tapi aku percaya detak jantung bapak adalah suara Tuhan yang sedang mengetok pintu. Ketika suara jantungnya berhenti, berarti bapak sudah mempersilakan Tuhan masuk dan tinggal di dalamnya..” katanya berseri-seri, “Aku memang dah ga punya orang tua, tapi ketika aku melihat indah dan lebarnya langit aku tahu Tuhan begitu mengasihi aku..”
Malaikat kecil itu mengajarkan ku banyak hal hari itu. Sementara langit tampak begitu teduh dan mentari bersinar cerah.
Label: cerita alkitab
Mengucap Syukur kepada Allah untuk Pemeliharaan yang Penuh Kasih
0 komentar Diposting oleh jhon stevi di 18.06- Marilah kita memuji Allah seperti yang dilakukan Nuh dan keluarganya.
- Marilah kita menutup mata dan menundukkan kepala serta bersyukur kepada Allah Bapa di surga karena Ia telah memelihara kita.
Label: cerita alkitab
- Abram mempunyai istri bernama Sarai (Sarah). Dia tidak mempunyai anak tetapi dia adalah pamannya Lot.
- Abram mengumpulkan barang miliknya dan pergi.
- Dia akan mempunyai tanah miliknya sendiri.
- Dia akan mempunyai banyak anak.
- Semua orang di dunia akan mendapat berkat melalui keturunannya.
- Abram dan Sarai tertawa, karena mereka sudah sangat tua.
- Satu tahun kemudian, mereka mempunyai seorang anak laki-laki yang mereka namakan “Tawa” (Ishak).
- Mereka sangat menyayangi Ishak dan memberikan yang terbaik untuknya.
- Abram tetap percaya kepada Tuhan dan melakukan perintahNya. Ishak bertanya, ”Dimanakah binatang untuk menjadi korban persembahan?” Abram berkata, ”Tuhan yang akan menyediakannya.”
- (Ubah nama mereka menjadi Abraham dan Sarah)
- Ishak bertumbuh dan mempunyai anak-anak dan cucu-cucu.
Label: cerita alkitab
Minggu, 08 November 2009
Label: goresan tinta